AKTA NOTARIS: Nomor 08, Tanggal 27 November 2012 RA.CHANDRA DEWI KUSUMAWATI,SH Informasi Pendaftaran Hub.0878 384 63732

Senin, 12 November 2012

KUNCI SURGA


Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah Subhnahu wa Ta’ala yang telah memberi karunia kepada kita dengan nikmat-nikmat-Nya, seandainya kita mau menghitungnya tentu kita tidak akan mampu. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, keluarga, shahabat dan para pengikutnya yang baik sampai hari kiamat. Amin.
Sebagai seorang yang beriman tentunya kita akan meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa termasuk kenikmatan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala janjikan kepada kita adalah surga, dimana surga tersebut akan diberikan nanti di akherat. Kita sebagai seorang mukmin diperintahkan untuk memintanya dengan cara berdoa kepada-Nya semata.
Surga adalah sebuah tempat yang Allah ciptakan untuk hamba-hamba-Nya yang beriman tanpa mencampur keimananya dengan kesyirikan. Untuk dapat memasuki surga, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kepada hamba-hamba-Nya sebuah kunci untuk memasukinya. Oleh karena itu kita harus mengetahui kunci tersebut. Wahab bin Munabih rahimahullah berkata kepada orang yang bertanya kepadanya, “Bukankah kunci surga itu “laa ilaaha illallah”?”. Jawabnya: “Benar, tetapi setiap kunci itu mempunyai gerigi, jika engkau datang membawa kunci yang bergerigi, niscaya (surga) akan dibukakan bagimu, namun jika kuncinya tidak bergerigi maka surga tidak akan dibukakan bagimu”. Yang beliau maksudkan gerigi kunci adalah syarat-syarat laa ilaaha illallah. (Ibnu Rajab dalam Kalimatul Ikhlash).
Sebelum kita mengetahui syarat laa ilaaha illallah sebaiknya kita mengetahui kedudukan dua kalimat syahadat dalam syariat Islam. Syahadatain (dua kesaksian) merupakan dasar keabsahan dan diterimanya semua amal hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala. Suatu amalan akan sah dan diterima apabila dilakukan dengan keikhlasan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’la dan mutaba’ah (mengikuti) sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam. Ikhlas karena Allah ‘Azza wa Jalla merupakan realisasi dari syahadat (kesaksian) laa ilaaha illallah, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah. Sedangkan mutaba’ah atau mengikuti sunnah dari Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam merupakan realisasi dari syahadat (kesaksian) bahwa Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam adalah hamba dan rasul-Nya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah (wafat tahun 852 H), berkata:” Yang dimaksud dengan syahadat di sini adalah membenarkan apa yang dibawa oleh rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, sehingga mencakup keyakinan rukun iman yang enam dan yang selainnya”.(Fathul Baari, hadits no. 8).
Syarat-syarat kalimat Laa ilaaha illallaah.
Kalimat syahadat laa ilaaha illallah memiliki beberapa syarat yang wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk mengetahui dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Syarat-syarat tersebut adalah :
  1. Ilmu (Mengetahui).
Yaitu mengetahui dengan sebenar-benarnya tentang makna yng ditunjukkan oleh kalimat ini dan mengamalkan perkara yang dituntut oleh kalimat ini.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
     
Maka ketahuilah bahwa tiada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) selain Allah….” (QS. Muhammad: 19).
Sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang meninggal dunia dan dia mengetahui bahwasanya tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, maka dia masuk surga”. (HR. Muslim no.26 dari shahabat Utsman bin ‘Affan radhiyallahu’anhu).
Lawan dari kata ilmu adalah jahil atau bodoh. Kebodohan inilah yang menyebabkan orang-orang musyrik dari kelompok umat ini menyelewengkan pengertian syahadat laa ilaaha illallah.
  1. Yaqiin (Meyakini).
Maksudnya adalah barangsiapa yang mengucapkan kalimat ini hendaknya dengan hati yang penuh keyakinan dan benar-benar yakin mempercayai apa yang dia ucapkan. Yaitu dia benar-benar yakin bahwa hanya Allah sajalah satu-satunya ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi dengan benar serta dia benar-benar yakin bahwa tidak ada ilah pun untuk diibadahi dengan benar selain Allah.
Dalilnya adalah sabda Nabi shlallahu’alaihi wa sallam: “..Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwasanya aku (Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam) adalah utusan Allah, tidaklah seorang hamba menjumpai Allah (dalam keadaan) tidak ragu-ragu terhadap kedua(syahadat)nya tersebut, melainkan ia masuk surga.” (HR Muslim no. 27 dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu). Juga sabda beliau shalallahu’alihi wa sallam kepada shahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu :”..Pergilah engkau dengan kedua sandalku ini, maka siapa saja orang yang engkau temui di belakang kebun ini yang ia bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, dengan hati yang meyakininya, maka berikanlah kabar gembira kepadanya dengan masuk surga”. (HR. Muslim no.31).
Lawan dari yakin adalah ragu, bimbang, berprasangka dan berpraduga. Jika dia ragu-ragu terhadap makna sebenarnya dari kalimat ini atau dia bimbang dalam menolak segala bentuk peribadahan kepada selain Allah, maka kalimat syahadat la ilaaha illallaah tidak bermanfaat baginya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mencela orang-orang munafik yang hati mereka selalu ragu dan bimbang, Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
             
Dan Dia menghilangkan kemarahan hati mereka(orang mukmin). Dan Allah menerima taubat orang yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana”.(QS at-Taubah: 15).
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji orang-orang mukmin yang tidak ragu dalam imannya. Dia berfirman :
                   
Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan harta dan jiwanya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar”.(QS. Al-Hujarat: 15). Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata : “Yakin adalah beriman secara keseluruhan, dan sabar adalah sebagian dari iman”.(Fathul Baari 1/48).
  1. Qabuul (menerima secara mutlak).
Maksudnya, menerima seluruh konsekuensi dari kalimat laa ilaaha illallah secara total dengan diamalkan melalui ucapan (lisan), tanpa adanya penolakan dengan disertai kedengkian dan kesombongan sedikitpun. Para tokoh Yahudi dan Nasrani telah mengetahui bahwa makna dari kalimt tauhid ini, namun mereka menolaknya disebabkan kesombongan dan kedengkian. Demikian pula kaum musyrikin yang mereka memahami makna kalimat laa ilaaha illallaah bahkan membenarkan risalah Nabi Muhammad shalallaahu’alaihi wa salam namun mereka enggan menerimanya disebabkan kesombongan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
                 
Sungguh, dahulu apabila dikatakan kepada mereka, La ilaaha illallaah (tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar selain Allah) mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata,”Apakah kami harus meninggalkan sesembahan kami karena seorang penyair gila?” (QS ash-Shaafaat : 35-36).
  1. Inqiyaad (tunduk dan patuh).
Maksudnya, menerima seluruh konsekuensi dari kalimat laa ilaaha illallaah dengan penuh ketundukan dan kepatuhan melalui pengamalan anggota badan, tanpa adanya penolakan dengan disertai kedengkian dan kesombongan sedikitpun.
Allah Subhnahu wa Ta’ala berfirman :
             
Dan kembalilah kamu kepada Rabb-mu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum dating adzab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong”. (QS az-Zumar : 54).
Dan firman-Nya :
                  

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(-Nya)”. (QS an-Nisaa’ : 125).
Inilah yng dimaksud inqiyaad (tunduk dan patuh) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hanya beribadah kepada-Nya. Adapun yang dimaksud dengan inqiyaad kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam adalah dengan menerima sunnah-sunnah beliau, melaksanakan ajaran yang dibawa beliau dan ridha atas hukum yang diputuskan beliau. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
                   
Maka demi Rabb-mu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, sehingga tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS an-Nisa’: 65).
Maka, sebagai syarat kebenaran iman mereka adalah benar-benar patuh terhadap hukum-Nya atau tunduk dn patuh terhadap ajaran yang dibawa Nabi shallallaahu’alihi wa sallam dari Rabb-nya.
  1. Shidq (jujur).
Syarat ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:” Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bhwa Muhammad adalah utusan Allah dengan jujur dari hatinya, melainkan Allah mengharamkannya masuk Neraka”. (HR. Ahmad IV/16).
Adapun orang yang hanya mengucapkannya dengan lisannya, sedang hatinya mengingkari makna yang dikehendakinya, maka ia berdusta. Sebagaimana firman Allah tentang orang-orang munafik :
                  
..Mereka berkata,” Kami mengakui bahwa engkau adalah Rasul Allah. Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar Rasul-Nya, dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta”. (QS Munaafiquun : 1).
Demikianlah kebohongan mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
                      
Dan di antara manusia ada yang berkata:”Kami beriman kepada Allah dan hari akhir, padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari”. (QS al-Baqarah : 8-9).
  1. Ikhlas.
Yaitu memurnikan amal perbuatan dari segala kotoran-kotoran syirik, dan mengikhlaskan segala macam ibadah hanya kepada Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
          
..Maka beribadahlah kepada Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik)…”.(QS az-Zumar : 2-3). Dan firman-Nya :
         
Katakanlah (Muhammad):”Sesungguhnya aku diperintahkan agar beribadah kepada Allah dengan penuh ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama”. (QS az-Zumar : 11).
Juga sabda Nabi shalallaahu’alaihi wa sallam :”Orang yang paling bahagia dengan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah dengan tulus dan ikhlas dari hatinya”. (HR Bukhari no 99 dan 6570).
Inilah makna sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam :” Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang-orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah karena mengharapkan wajah Allah”. (HR. Bukhari dan Muslim).
  1. Mahabbah (cinta).
Yaitu cinta, maksudnya mencintai kalimat tauhid ini, mencintai isinya dan apa-apa yang ditunjukkan atasnya. Seorang hamba wajib mencintai Allah dan mencintai Rasul-Nya dan mencintai seluruh ajaran yang dicintai-Nya berupa perbuatan ataupun ucapan, serta mencintai para wali Allah dan orang-orang yang patuh kepada-Nya. Rasa cinta yang benar akan melahirkan atau menimbulkan pengaruh yang baik terhadap anggota badan.
Sebagian orang mengatakan :” Barangsiapa yang mengaku mencintai Allah, tetapi ia tidak menyesuaikan diri dengan-Nya, maka batallah pengakuannya”.
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memberikan syarat bagi orang-orang yang mengaku cinta kepada-Nya, mereka harus mencintai Rasul-Nya dan mengikuti Sunnah beliau.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
               
Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. (QS Ali-‘Imran : 31).
Rasulullah shalallaahu’alaihi wa sallam bersabda: “ Tiga perkara yang bila terdapat dalam diri seseorang, maka dia akan mendapatkan kelezatan iman, yaitu Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, membenci kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya, sebagaimana ia benci dicampakkan ke dalam neraka”. (HR. Bukhari dan Muslim).
  1. Kufur (ingkar) terhadap sesembahan-sesembahan selain Allah.
Sebagaimana sabda Rasulullah shalallaahu’alaihi wa sallam :” Barangsiapa yang mengucapkan laa ilaahaillallaah (tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah) dan mengingkari (sesembahan-sesembahan) selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, dan hisab (perhitungan amal)nya diserahkan kepada Allah”. (HR. Muslim). Semoga kita bisa mewujudkan syarat-syarat laa ilaaha illallaah sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala memasukkan kita ke dalam surga-Nya.
Wallahua’lam bi shawwab
Maraji’
  1. Syarah Rukun Islam. Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Media Tarbiyah Bogor. Cetakan 1 tahun 2008.
  2. Al Wajibat Yang Wajib Diketahui Setiap Muslim. Abdullah bin Ibrahim al Qar’awi. Media Hidayah. Cetakan 5 tahun 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Free Earth Cursors at www.totallyfreecursors.com